
Cara Hidup Bahagia 3
Langit dan Senjanya
Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Langit. Ia adalah anak yang pendiam, lebih senang menghabiskan waktu sendirian daripada bermain dengan teman-teman sebayanya. Bagi Langit, dunia luar terasa terlalu ribut, terlalu melelahkan. Ia lebih suka duduk di sudut perpustakaan, membaca buku, atau menggambar di taman belakang rumahnya.
Namun, meski ia merasa nyaman dalam kesendiriannya, ada saat-saat ketika ia merasakan kehampaan. Melihat anak-anak lain tertawa bersama membuat hatinya terasa kosong, seolah ada sesuatu yang hilang—meski ia tidak tahu apa.
Suatu sore, saat Langit sedang duduk di bawah pohon besar di taman, seorang anak perempuan datang dan duduk di sampingnya. Namanya Senja. Ia penuh energi, ceria, dan tidak ragu berbicara terlebih dahulu.
"Kenapa kau selalu sendirian?" tanya Senja tanpa basa-basi.
Langit menoleh sebentar, lalu mengangkat bahu. "Aku lebih suka seperti ini."
Senja tersenyum. "Tapi sendirian terus pasti membosankan. Kau tahu? Dunia ini lebih seru kalau kita berbagi cerita dengan orang lain."
Langit tidak langsung menjawab. Ia berpikir, apa benar dunia bisa lebih seru jika ia mencoba membuka diri?
Hari-hari berlalu, dan Senja selalu datang mengajaknya bicara. Ia menceritakan hal-hal sederhana—tentang awan yang ia lihat tadi pagi, tentang seekor kucing yang mengikutinya pulang, tentang mimpi-mimpi kecilnya. Perlahan, Langit mulai membalas. Ia mulai bercerita tentang buku favoritnya, tentang gambarnya, bahkan tentang kesepian yang sering ia rasakan.
"Aku takut tidak diterima. Takut tidak cocok dengan yang lain," ucap Langit suatu hari.
Senja menatapnya dengan lembut. "Kau tidak perlu menjadi seperti orang lain untuk diterima, Langit. Kau cukup menjadi dirimu sendiri. Aku pun tidak selalu cocok dengan semua orang, tapi aku memilih untuk tetap mencoba. Karena hidup bukan tentang menjadi sempurna di mata orang lain, tapi tentang berbagi kebahagiaan dengan mereka yang mau mengerti kita."
Kata-kata itu menghangatkan hati Langit. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa mungkin ia tidak benar-benar sendirian. Mungkin dunia tidak seburuk yang ia kira.
Sejak hari itu, Langit mulai sedikit demi sedikit membuka dirinya. Ia mulai bergabung dalam percakapan, mencoba mengenal orang lain, dan menemukan bahwa ada banyak hal menyenangkan di luar dunianya sendiri. Kesendirian tetap menjadi bagian dari dirinya, tetapi kini ia tahu bahwa berbagi cerita, tawa, dan kebersamaan juga bisa membawa kebahagiaan.
Dan di sampingnya, Senja tetap ada—seperti matahari yang perlahan turun di ufuk barat, membawa warna hangat pada langit yang dulu hanya ia lihat dalam kesunyian.
0 Comments :
Posting Komentar